Transportasi Indonesia.co | Pada 10 November 2024 kemarin, PT Sriwijaya Air baru saja merayakan hari jadinya yang ke-21 tahun. Penyedia jasa transportasi udara untuk penumpang dan kargo ini teus berupaya eksis di tengah persaingan ketat dan biaya operasional yang tinggi.
Ari Jusuf, Corporate Communication & Government Relation Manager PT Sriwijaya kepada Transportasi Indonesia mengungkapkan bahwa pihaknya berharap ada upaya dari pemerintah untuk mengurangi harga bahan bakar untuk pesawat. “Kami berharap harga bahan bakar bisa disesuaikan untuk bisnis aviasi,” ujar Ari.
Menurut Ari, biaya bahan bakar ini sendiri bisa menentukan sekitar 50 persen harga tiket pesawat. “Ada yang sampai 60 persen,” katanya. Sriwijaya sendiri kata Ari tetap mengikuti aturan. “Kita berharap pemerintah bisa menyesuaikan harga bahan bakar sehingga bisnis kita bisa berkembang,” katanya.
Sebelumnya pengamat transportasi mengatakan tingginya harga tiket pesawat domestik di Indonesia tak lepas dari “pungutan” yang dititipkan pemerintah kepada penumpang.
Pungutan-pungutan itu antara lain pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%, iuran wajib asuransi Jasa Raharja, serta retribusi bandara atau PJP2U.
Butuh Dukungan
Dengan ulang tahun ke-21 ini eksistensi Sriwijaya Air terhadap aviasi Indonesia kita koimtmen membangun kepercayaan masyarakat. “Saat ini kami mulai bergerak naik lagi setelah badai covid, mohon bisa dibantu dan disupport oleh semua pihak termasuk oleh pemerintah,” ujar Ari.
Saat ini Sriwijaya Air sudah berdiri sendiri setelah sebelumnya sempat berada di bawah manajemen PT Garuda Indonesia Tbk (Persero). “Sejak tahun 2019 akhir, Sriwijaya Air sudah sendiri,” tegas Ari.
Dalam melayani penerbangan, Sriwijaya Air saat ini diperkuat tujuh (7) armada. Empat pesawat untuk Sriwijaya Air dan tiga pesawat untuk NAM Air. NAM Air merupakan anak usaha Grup Sriwijaya Air yang melayani penerbangan feeder.
“Mudah-mudahan sampai akhir tahun ini akan ada penambahan armada di Sriwijaya Air dan NAM Air,” ucap Ari.