Transportasi.co | Media sosial sedang diramaikan oleh gelombang protes terhadap rencana pemerintah untuk mengubah skema subsidi KRL Jabodetabek yang akan didasarkan pada NIK. Masyarakat khawatir bahwa kebijakan ini bisa mengarah pada kenaikan tarif KRL.
Menanggapi situasi ini, Pimpinan Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, menyampaikan bahwa dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas, kelayakan, dan jumlah transportasi publik di Jakarta dan sekitarnya.
Sekretaris Jenderal PAN ini mengingatkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, Jakarta, Tangerang Selatan, dan kota-kota sekitar selalu tercatat sebagai kota dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia.
"Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi polusi adalah dengan memperbanyak jumlah transportasi publik yang mudah diakses masyarakat, sambil membatasi penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil," ujar Eddy.
Oleh karena itu, untuk secara signifikan mengurangi polusi, transportasi publik yang layak, berkualitas, dan mudah diakses seharusnya mendapat dukungan penuh dari pemerintah.
"Untuk keberlanjutan lingkungan dan udara yang bersih, masyarakat justru perlu diajak untuk lebih memilih transportasi publik, termasuk KRL Jabodetabek, dengan tarif yang tetap terjangkau. Ini berarti kita harus memberikan insentif agar masyarakat lebih memilih transportasi umum daripada kendaraan pribadi," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Institut Studi Transportasi, Ki Darmaningtyas, menganggap wacana penetapan tarif KRL berdasarkan NIK sebagai langkah mundur dalam pembenahan sistem transportasi umum di Indonesia. Menurutnya, kebijakan ini tidak sejalan dengan tujuan menurunkan emisi karbon dan mengatasi kemacetan dengan mendorong penggunaan transportasi umum.
"Secara pribadi, saya lebih mendukung subsidi untuk transportasi publik daripada subsidi yang ditargetkan secara spesifik. Sebab, manfaatnya jauh lebih luas dibandingkan dengan subsidi yang hanya tepat sasaran," ujarnya pada Minggu (1/9/2024).
Darmaningtyas menjelaskan bahwa subsidi yang tepat sasaran hanya menguntungkan golongan masyarakat tidak mampu. Sebaliknya, subsidi untuk transportasi publik memberikan manfaat bagi semua pengguna angkutan umum, sekaligus mengurangi polusi udara karena masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke KRL.
"Kemacetan di wilayah Jabodetabek juga bisa berkurang karena banyak kendaraan pribadi yang ditinggalkan di stasiun, sementara penggunanya melanjutkan perjalanan dengan KRL. Selain itu, anggaran negara bisa dihemat karena subsidi untuk BBM bisa ditekan," jelas Darmaningtyas.
"Jika pemerintah memberikan subsidi harga BBM khusus untuk ojek online tetapi menerapkan subsidi tepat sasaran untuk pengguna kereta api perkotaan, itu akan menjadi langkah mundur yang menunjukkan kurangnya visi yang jelas," tambahnya.