Ilham Habibie: Indonesia Harus Mampu Membuat Sistem Penelitian Secara Efisien

Ilham Habibie: Indonesia Harus Mampu Membuat Sistem Penelitian Secara Efisien
Dok. Transportasi Indonesia

Transportasi.co | Tepat pada tanggal 10 Agustus, 29 tahun yang lalu, pesawat dengan label N-250 Gatot Kaca mulai diterbangkan perdana di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Ketika pesawat yang dirangcang oleh Presiden ketiga Republik Indonesia B.J. Habibibe  diproduksi oleh IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara), kini berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia, itu sukses mengudara, decak kagum pun menggema di seluruh Tanah Air. 

Meski sudah tak lagi terdengar kabar tentang pesawat tersebut, namun momen penerbangan perdana N-250 Gatot Kaca itu tetap diperingati sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). "Tepat hari ini Hakteknas diperingati sebagai wujud dari melanjutkan legacy dan inspirasi 29 tahun yang lalu oleh Pak B.J Habibie. Hakteknas tahun ini diperingati bersamaan dengan penyelenggaraan Indonesia Research and Innovation Expo,” kata Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko saat memberikan sambutannya di Hari Kebangkitan Nasional ke-29 di ICC Cibinong Centre, Cibinong, Jawa Barat, Sabtu (9/8/2024).

Pada peringatan Hakteknas ke-29, Ketua Dewan Pembina The Habibie Centre Ilham Akbar Habibie kepada wartawan mengungkapkan bahwa teknologi memegang peranan penting dalam upaya percepatan menuju Indonesia Maju 2045. “Indonesia harus mampu membuat sistem penelitian secara efisien. Fasilitas penelitian jangan di sentralkan. BRIN sudah menyediakan berbagai fasilitas penelitian di berbagai tempat yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, seperti industri dan perguruan tinggi,” jelas Ilham Habibie.

Dia menambahkan, untuk sektor industri dan perguruan tinggi  yang masih memiliki kekurangan fasilitas penelitian dapat dilakukan di BRIN. “Kita perlu kerja keras untuk meningkatkan kesadaran bahwa pemanfaatan fasilitas penelitian dapat dilakukan, khususnya dari sisi fasilitas pembiayaan penelitian. Ini telah ditawarkan BRIN akan tetapi banyak pihak yang belum menggunakannya,” jelas Ilham Habibie.

Untuk keluar dari middle income trap, dia menambahkan, Indonesia harus beralih ke basis pengetahuan (knowledge base) untuk industri dan ekonomi. “Saat ini, laju pertumbuhan industri di bawah laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Deindustrialisasi tidak boleh terjadi. Mestinya, pertumbuhan industri harus berada di atas pertumbuhan ekonomi,” ucap dia.

Ilham Habibie menambahkan, tentu saja untuk mencapai kondisi tersebut, kita harus memiliki daya saing yang tinggi. Untuk mencapai daya saing yang tinggi, kita harus lebih produktif, kreatif, dan inovatif melalui penelitian dan teknologi. 

“Menuju Indonesia Emas tinggal 21 Tahun dan generasi muda harus kita dukung untuk menjadi peneliti dan periset, pengembang, insinyur, product developer, dan sebagainya. Ini menjadi mata rantai untuk memperoleh nilai tambah, mulai dari awal konsep untuk berani, rajin dan disiplin dalam melakukan penelitian,” pungkas Ilham Habibie. (Damar Rusli)

 

 

#BRIN

Index

Berita Lainnya

Index