Transportasi Indonesia | Anggota Komisi XII DPR RI, Jalal Abdul Nasir mengapresiasi program penerapan biodiesel B40, sekaligus mengingatkan pemerintah agar lebih cermat dalam pelaksanaannya. Pernyataan ini dihimpun dari laman resmi DPR RI, Senin (13/01/2025).
“Langkah ini positif untuk pengurangan emisi, tetapi pemerintah harus memastikan kesiapan distribusi dan teknologi kendaraan,” ujarnya.
Jalal menyoroti tantangan dalam implementasi B40, yaitu kesiapan kendaraan yang ada di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa mayoritas kendaraan di Tanah Air belum dirancang untuk bahan bakar dengan kandungan nabati tinggi seperti B40, sehingga risiko kerusakan mesin dapat meningkat.
“Kendaraan yang tidak kompatibel dapat mengalami kerusakan mesin, ini harus dicegah sejak dini,” katanya.
Selain isu teknis, Jalal Abdul Nasir mengingatkan tentang risiko lingkungan yang muncul akibat ekspansi kebun sawit
“Pada tahun 2021, Greenpeace melaporkan 3 juta hektare hutan telah hilang akibat sawit. Kebijakan ini berpotensi memperburuk situasi jika tidak diawasi secara ketat,” ujarnya.
Dari sisi ekonomi, Jalal menekankan pentingnya kesejahteraan petani kecil..
“Banyak petani belum menikmati harga yang layak. Pemerintah harus menciptakan mekanisme distribusi yang memastikan keuntungan juga dirasakan oleh petani kecil,” ujarnya.
Sebagai solusi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi distribusi biodiesel, Jalal Abdul Nasir menyarankan pemanfaatan teknologi berbasis Internet of Things (IoT).
“Dengan teknologi IoT (Internet of Things), distribusi biodiesel dapat dipantau secara real-time, mencegah penyelewengan dan mempercepat penyaluran ke daerah-daerah terpencil,”jelasnya.
Penerapan B40 Belum terlaksana
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menyampaikan bahwa peralihan dari bahan bakar campuran biodiesel 35% (B35) ke 40% (B40) membutuhkan masa transisi setidaknya 1,5 bulan. Meski demikian, jadwal implementasi wajib B40 tetap sesuai dengan rencana, yakni mulai 1 Januari 2025.
"Transisi ini diperlukan untuk menghabiskan stok yang ada dan melakukan penyesuaian teknologi. Proses pencampuran dari B35 ke B40 membutuhkan waktu adaptasi, baik pada teknologi maupun operasional. Oleh karena itu, kami menetapkan masa transisi sekitar 1,5 bulan," jelas Yuliot saat ditemui di Kementerian ESDM pada Jumat (3/1/2024).
Seperti diketahui, kebijakan penerapan B40 telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 341 Tahun 2024. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kuota biodiesel hingga 15,6 juta kiloliter pada 2025. Selain itu, penerapan B40 diharapkan dapat menekan emisi karbon sekaligus mengurangi ketergantungan impor solar.